Jayapura,WARTAGLOBAL.id - Setelah hampir lima bulan konflik di Kaledonia Baru, Pemerintah Prancis akhirnya mengumumkan pembatalan amandemen konstitusi tentang hak suara, yang telah menjadi pemicu bentrokan antara pemrotes Kanak dan polisi sejak Mei. Keputusan ini diikuti dengan pengumuman penundaan pemilihan umum untuk tiga majelis provinsi dan Kongres nasional Kaledonia Baru hingga akhir 2025.
Dalam pidatonya di Majelis Nasional Prancis, Perdana Menteri Michel Barnier menegaskan bahwa era baru perlu dimulai, difokuskan pada rekonstruksi ekonomi dan sosial Kaledonia Baru serta pencarian konsensus politik mengenai masa depan wilayah tersebut. Namun, meskipun terdapat pengumuman politik signifikan, tidak ada komitmen tegas mengenai pembiayaan untuk rekonstruksi yang telah lama ditunggu.
Kerusuhan sejak Mei telah menghancurkan ekonomi Kaledonia Baru, menimbulkan ribuan pengangguran, menghancurkan industri nikel yang vital, dan merusak ratusan usaha kecil. Pembatalan amandemen konstitusi, yang telah lolos dari Senat Prancis pada Februari dan Majelis Nasional pada Mei, mengisyaratkan upaya Prancis untuk mendorong perundingan dengan kelompok-kelompok kemerdekaan.
Namun, upaya ini gagal karena tidak dapat menemukan kesepakatan antara para pendukung dan penentang kemerdekaan. Konflik terus meningkat, menyebabkan setidaknya 13 orang tewas dan ratusan terluka.
Pemilihan umum yang semula dijadwalkan pada Mei 2024 kini akan diundur lagi hingga November 2025, memberikan waktu untuk pembicaraan lebih lanjut antara Prancis, gerakan kemerdekaan FLNKS, dan partai-partai anti-kemerdekaan. Konflik politik ini masih menyisakan tantangan berat, dengan perpecahan internal di kubu FLNKS dan oposisi keras dari para Loyalis.
Meskipun Perdana Menteri Barnier menjanjikan komite antar kementerian untuk mengimplementasikan kebijakan baru pada 2025, banyak pihak di Kaledonia Baru merasa kecewa atas tidak adanya dukungan keuangan tambahan dari Prancis. Nicolas Metzdorf, politisi anti-kemerdekaan, mengkritik pidato Barnier sebagai "tidak nyambung" dan tidak menawarkan solusi konkrit bagi krisis yang dihadapi Kaledonia Baru.
FLNKS tetap menginginkan transisi menuju kedaulatan, meskipun dengan hubungan "saling ketergantungan" dengan Prancis, sementara pihak Loyalis bersikukuh menolak jalan menuju kemerdekaan.
Presiden Prancis Emmanuel Macron dijadwalkan untuk mengunjungi Kaledonia Baru pada November guna melanjutkan pembicaraan yang terhenti, sementara delegasi Prancis lainnya akan melakukan misi dialog dengan harapan mengakhiri krisis ini. Namun, hingga kini, solusi jangka panjang untuk Kaledonia Baru masih jauh dari tercapai.
**Label Blogger**:
KALI DIBACA
Tidak ada komentar:
Posting Komentar