Jayapura, WARTAGLOBAL.id - Panglima TNI Jenderal Agus Subiyanto meresmikan pembentukan lima Batalyon Infanteri (Yonif) baru di tanah Papua untuk mendukung program ketahanan pangan pemerintah. Batalyon yang diresmikan ini berlokasi di Kabupaten Keerom, Sarmi, Boven Digoel, Merauke, dan Sorong. Salah satu komoditas utama yang akan dibudidayakan adalah padi, bekerja sama dengan Kementerian Pertanian dan masyarakat lokal.
Namun, pembentukan Yonif baru ini menimbulkan kekhawatiran di kalangan masyarakat adat di Merauke, khususnya suku Malind, Maklew, Mayo Bodol, Khimaima, dan Yei. Mereka merasa terancam oleh pelaksanaan Proyek Strategis Nasional (PSN) Pengembangan Pangan dan Energi, yang mencakup cetak sawah baru dan perkebunan tebu. Proyek tersebut telah menggusur lebih dari 2 juta hektar tanah adat, hutan, dan dusun tanpa persetujuan masyarakat adat.
Simon Balagaize, Koordinator Forum Masyarakat Adat Malind Anim Kondo – Digoel, menyatakan bahwa proyek tersebut melanggar hak dasar masyarakat adat, termasuk hak atas tanah, pangan, dan lingkungan yang sehat. Ia menuduh pemerintah dan perusahaan terkait, seperti Jhonlin Group dan KPN Corp, melakukan perampasan tanah dengan perlindungan aparat bersenjata.
Thedy Wakum, Juru Bicara #Solidaritas Merauke, menambahkan bahwa keterlibatan militer dalam proyek ini telah menciptakan ketakutan di kalangan masyarakat adat. Ia menyoroti bahwa langkah ini berpotensi memperluas pelanggaran HAM dan tidak sejalan dengan prinsip-prinsip tentara profesional yang mengedepankan demokrasi dan supremasi sipil.
Masyarakat adat melalui Forum Malind dan #Solidaritas Merauke meminta Panglima TNI membatalkan pembentukan batalyon baru di Papua serta menghentikan pendekatan keamanan dalam proyek PSN di Merauke. Mereka juga menyerukan kepada Presiden Joko Widodo dan calon presiden Prabowo Subianto untuk menghentikan proyek yang mereka anggap merugikan rakyat Papua demi keuntungan bisnis semata.
Redaksi...
KALI DIBACA
Tidak ada komentar:
Posting Komentar